Kamis, 17 Desember 2009

Kebutuhan Hidup

Seorang kawan saya, yang berasal dari satu pulau kecil di kawasan timur Indonesia, pernah berceritera tentang masa remajanya di pulau tersebut. Sebagian penduduk mengandalkan hidup dari alam, dengan bertani dan menangkap ikan. Mereka berladang cukup jauh dari rumah, tinggal di ladang selama berminggu-minggu hanya dengan bekal sagu.

Tak ada bekal lauk-pauk. Teman makan sagu adalah ikan yang langsung ditangkap di laut. Menangkap secukupnya untuk lauk makan hari ini, tak ada persediaan untuk besok karena untuk besok ya dicari lagi besok. Laut menyediakan sumber ikan berlimpah, lebih dari cukup kalau hanya sekedar untuk mengisi perut. Tak ada kekhawatiran besok tak ada ikan untuk lauk.

Perkakas yang dimiliki sekedarnya saja untuk keperluan tidur dan makan. Tentu saja tak ada yang namanya radio, televisi, dan sejenisnya. Listrik tidak ada, bahkan minyak tanah tidak diperlukan karena penerangan tidak dibutuhkan. Jika dibutuhkan penerangan, mereka bisa membakar kayu-kayu kering.

Anak-anak mereka ada yang bersekolah dan ada juga yang tidak. Bekal yang mereka berikan kepada anak-anak berupa kemampuan langsung beradaptasi dengan alam, lebih banyak berupa ’on the job training’.

Mendengar kisah di atas, saya tercenung. Ternyata hidup bisa sesederhana itu, ternyata tubuh kita hanya butuh itu. Lalu dari mana datangnya berbagai kebutuhan hidup yang saat ini dirasakan oleh manusia pada umumnya di dunia ? Kebutuhan yang membuat manusia saling sikut, saling serang, menghalalkan perbuatan tidak jujur ? Kebutuhan yang terus meningkat, baik jumlah dan ragamnya, dan telah menguras habis banyak sumberdaya di bumi ini ? Apakah hasilnya sepadan, terutama bila dikaitkan dengan tujuan keberadaan manusia di muka bumi ini ? Astaghfirullah, saya pun terjebak di dalamnya.

0 Comments:

Posting Komentar

Komentar Anda, Harapan Saya

blogger templates | Make Money Online